Jenis disabilitas cukup beragam. Masing-masing jenis disabilitas ini memiliki karakteristik dan kebutuhan unik yang harus dipahami agar kita dapat memberikan dukungan yang sesuai dan tanpa diskriminasi.
Mengapa ini penting? Penyandang disabilitas ada di sekitar kita. Catatan WHO menyebutkan setidaknya jumlah penyandang disabilitas ada satu miliar orang atau setara 15% dari populasi global.
Menurut WHO, disabilitas memiliki tiga dimensi, yakni dimensi kesehatan, dimensi fungsional, dan sosial. Dimensi kesehatan atau health dimension fokus pada kondisi fisik dan kesehatan. Ini mencakup berbagai kondisi kesehatan, baik fisik maupun mental, yang mungkin membatasi kemampuan seseorang untuk beraktivitas secara optimal.
Dimensi fungsional atau functional dimension mengacu pada kemampuan individu untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Ini mencakup aspek-aspek seperti kemampuan bergerak, berkomunikasi, berpikir, dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Sedangkan dimensi sosial atau social dimension mencakup faktor-faktor sosial dan lingkungan yang memengaruhi penyandang disabilitas. Aspek-aspek yang memengaruhinya antara lain stigma sosial, aksesibilitas, dan kebijakan masyarakat. Dalam dimensi sosial, disabilitas dipahami sebagai hasil dari interaksi antara individu dengan kondisi kesehatan atau fungsional mereka dan masyarakat di sekitarnya.
Konsep Tiga Dimensi Disabilitas membantu kita memahami bahwa disabilitas bukanlah sekadar kondisi fisik atau kesehatan seseorang. Melalui tiga dimensi ini, kita dapat melihat bagaimana setiap jenis disabilitas memengaruhi kesehatan, fungsionalitas, dan pengalaman sosial seseorang.
Untuk lebih jelasnya, berikut jenis disabilitas dan etika berinteraksi dengannya.
1. Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik mencakup berbagai kondisi yang memengaruhi mobilitas atau fungsi fisik seseorang. Contohnya sangat beragam, seperti kelumpuhan akibat cedera tulang belakang, kelainan bawaan seperti spina bifida, atau kondisi medis seperti cerebral palsy.
Sebagai contoh, seseorang yang mengalami kelumpuhan akibat cedera tulang belakang mungkin mengalami keterbatasan berjalan atau menggunakan anggota tubuh bawahnya. Dalam beraktivitas biasanya akan menggunakan kursi roda.
Contoh lainnya, cerebral palsy yang dapat menyebabkan disabilitas fisik. Ini adalah kelainan neurologis yang memengaruhi kontrol gerakan dan postur tubuh, sehingga dapat berdampak pada kemampuan berjalan dan berinteraksi dengan lingkungan.
Beberapa disabilitas fisik disebabkan oleh cedera traumatis, seperti kecelakaan mobil, jatuh, atau cedera olahraga, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada sistem muskuloskeletal atau saraf.
Selain itu, ada kondisi medis bawaan, seperti spina bifida, yang terjadi sejak lahir akibat perkembangan abnormal tulang belakang selama kehamilan. Kelainan genetik atau kelainan perkembangan juga dapat menjadi penyebab disabilitas fisik. Misalnya, cerebral palsy dapat disebabkan oleh kerusakan otak saat dalam kandungan atau selama proses kelahiran.
Etika berinteraksi dengan seseorang yang memiliki disabilitas fisik melibatkan pemahaman bahwa setiap orang memiliki potensi dan hak yang sama, tanpa memandang kondisi fisik mereka. Berbicaralah dengan hormat dan usahakan untuk menciptakan lingkungan yang dapat mendukung kemandirian mereka.
Jika mereka memerlukan bantuan, tanyakan terlebih dahulu dan hormati keputusan mereka. Dengan pendekatan yang penuh pengertian dan kesadaran akan kebutuhan setiap orang, kita dapat menciptakan lingkungan yang inklusif bagi semua individu, termasuk yang memiliki disabilitas fisik.
2. Disabilitas Mental
Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pemikiran, emosi, serta perilaku seseorang. Istilah ini mengacu pada berbagai kondisi kesehatan mental yang memengaruhi fungsi psikologis dan emosional seseorang, serta dapat membatasi kemampuan mereka untuk berfungsi secara sosial dan pribadi.
Beberapa contoh gangguan kesehatan mental yang termasuk dalam kategori ini meliputi:
-
Gangguan Depresi Mayor: Seseorang dengan gangguan depresi mayor sering mengalami perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas sehari-hari, gangguan tidur, dan perubahan berat badan. Ini dapat mengganggu kemampuan mereka untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan normal.
-
Gangguan Kecemasan: Gangguan kecemasan mencakup berbagai kondisi seperti gangguan panik, gangguan kecemasan sosial, dan gangguan kecemasan umum. Seseorang dengan gangguan ini mungkin mengalami ketegangan, kekhawatiran berlebihan, atau serangan panik yang dapat menghambat fungsi sosial dan pekerjaan.
-
Bipolar Disorder: Gangguan bipolar memengaruhi suasana hati seseorang, menyebabkan perubahan antara episode manik dan episode depresi. Perubahan suasana hati yang ekstrem ini dapat memengaruhi hubungan interpersonal dan kestabilan emosi.
-
Schizophrenia: Gangguan ini memengaruhi pemikiran, persepsi, dan emosi seseorang. Penyintas schizophrenia mungkin mengalami gejala seperti halusinasi atau delusi, yang dapat membuat interaksi sosial menjadi tantangan tersendiri.
-
Gangguan Makan: Gangguan makan seperti anoreksia nervosa atau bulimia nervosa merupakan kondisi yang memengaruhi pola makan dan citra tubuh seseorang. Ini dapat mengganggu kesehatan fisik dan emosional mereka.
Penyebab disabilitas mental adalah sangat kompleks dan melibatkan kombinasi faktor genetik, lingkungan, biologis, dan psikososial. Faktor lingkungan seperti stres kronis, trauma, atau kurangnya dukungan sosial dapat memicu atau memperburuk kondisi kerentanan mental seseorang. Selain itu, ketidakseimbangan kimia dalam otak juga dapat berperan dalam beberapa gangguan mental.
Beberapa etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas mental di antaranya mendengarkan dengan penuh perhatian, berbicara dengan penuh hormat, dan memberikan dukungan yang tepat. Hal ini dapat membantu penyandang disabilitas mental merasa didukung, dihargai, dan terintegrasi dalam masyarakat.
3. Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual adalah kondisi yang memengaruhi kemampuan intelektual seseorang, termasuk kemampuan belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Seseorang dengan disabilitas ini sering memiliki IQ di bawah rata-rata, sehingga dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan dunia dan orang-orang di sekitarnya.
Penyebab disabilitas intelektual adalah faktor genetik, infeksi selama kehamilan, trauma atau keracunan pada periode bayi atau anak balita, ketidakseimbangan nutrisi, gangguan prenatal, atau gangguan metabolik yang jarang terjadi dan faktor lingkungan lainnya.
Contoh disabilitas intelektual antara lain disabilitas grahita atau down syndrome, gangguan perkembangan intelektual, lambat belajar, dan autisme. Sebagai contoh, down syndrome disebabkan oleh kelainan kromosom dan sering kali berdampak pada kemampuan kognitif yang lebih rendah.
Etika dalam berinteraksi dengan penyandang disabilitas intelektual di antaranya dengan memperlakukan teman kita ini secara hormat dan memberikan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang. Komunikasi yang sederhana serta dukungan dalam pembelajaran kehidupan sehari-hari dapat membantu penyandang disabilitas intelektual mencapai potensi maksimal mereka.
4. Disabilitas Sensorik
Disabilitas sensorik merujuk pada kondisi yang memengaruhi salah satu atau lebih dari lima indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecap. Contoh disabilitas sensorik yang paling sering dijumpai yaitu disabilitas penglihatan dan disabilitas pendengaran.
Disabilitas penglihatan mencakup buta total, yang berarti ketidakmampuan melihat sama sekali, hingga kehilangan penglihatan parsial seperti penglihatan kabur, buta warna, atau masalah dengan bidang pandang. Contoh disabilitas sensorik terkait penglihatan yaitu glaukoma atau degenerasi makula.
Contoh disabilitas sensorik lainnya yakni disabilitas pendengaran. Jenis disabilitas ini mencakup tuli total atau berat, serta gangguan pendengaran ringan atau parsial yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk mendengar suara dengan jelas. Seseorang dengan disabilitas pendengaran mungkin bergantung pada bahasa isyarat, alat bantu pendengaran, atau cochlear implant untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Penyebab disabilitas sensorik seperti gangguan penglihatan dan pendengaran bisa bervariasi. Meliputi faktor genetik, trauma kepala, infeksi, atau paparan berlebihan terhadap cahaya maupun suara keras.
Etika dalam berinteraksi dengan penyandang disabilitas sensorik melibatkan kesabaran, pengertian, dan komunikasi yang efektif. Ketika berbicara dengan penyandang disabilitas penglihatan, gunakan bahasa yang deskriptif dan berikan petunjuk jika diperlukan untuk membantu mereka berorientasi saat berkomunikasi.
Sedangkan untuk orang dengan disabilitas pendengaran, penting untuk memahami metode komunikasi yang mereka gunakan, apakah itu bahasa isyarat atau alat bantu pendengaran. Selalu hormati preferensi komunikasi yang mereka gunakan.
5. Disabilitas Ganda
Jenis disabilitas lainnya yaitu disabilitas ganda. Disabilitas ganda merujuk pada kondisi di mana seseorang mengalami dua atau lebih jenis disabilitas sekaligus, baik itu disabilitas fisik, intelektual, mental, atau sensorik. Penyebab disabilitas ganda bisa kompleks dan melibatkan faktor-faktor seperti genetika, kondisi lingkungan, trauma, atau kondisi medis tertentu.
Contoh disabilitas ganda di antaranya seseorang yang memiliki disabilitas fisik seperti cerebral palsy yang memengaruhi gerakan tubuh, tetapi juga memiliki disabilitas intelektual yang mempengaruhi kemampuan belajar dan berpikir.
Etika dalam berinteraksi dengan orang yang memiliki disabilitas ganda mencakup pemahaman yang mendalam terhadap kondisi mereka, serta pengakuan terhadap keunikan dan potensi mereka. Dengan pendekatan yang penuh pengertian dan inklusif, kita dapat membantu teman-teman kita mengatasi tantangan yang mereka hadapi dan memaksimalkan potensi dalam kehidupan sehari-hari.
Pemahaman mendalam tentang jenis disabilitas mendorong kita lebih menyadari bahwa setiap orang memiliki tantangan yang kompleks yang harus dihadapi. Disabilitas tidak boleh menjadi penanda dari apa yang tidak dapat dicapai, melainkan salah satu bukti keragaman manusia yang perlu kita hormati dan dukung.
Dengan memahami jenis-jenis disabilitas, penyebabnya, dan cara berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki disabilitas dengan etika yang tepat, kita dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan ramah bagi semua. Sehingga penyandang disabilitas dapat mencapai potensi optimal dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya.